Ada kasus demikian: Seseorang membuang sampah rumah tangganya ke teras tetangganya yang lain. Anggap saja yang membuang sampah ini bernama Pak Tego, dan yang memiliki teras adalah Pak Mentolo.
Sudah sering Pak Tego diperingatkan oleh Pak Mentolo agar tidak membuang sampah di teras Pak Mentolo. Sebab sudah jelas itu sebuah pelanggaran. Akan tetapi Pak Tego sama sekali tidak mengindahkan peringatan Pak Mentolo. Hingga pada suatu saat Pak Mentolopun lapor ke Pak RT dan Pak RT meneruskan laporan ini ke Pak Lurah. Urusan selesai karena pihak pemerintah desa sudah ikut memperingatkan Pak Tego akan perbuatannya yang salah ini, setidaknya ini anggapan Pak Mentolo.
Ternyata tidak demikian, Pak Tego memang tidak lagi melakukan perbuatannya yang tidak terpuji tersebut, untuk sementara. Tapi di lain waktu Pak Tego kambuh lagi, membuang sampah ke terasnya Pak Mentolo, tidak hanya membuang sampah saja akan tetapi Pak Tego kerap menghina dan "misuhi" Pak Mentolo yang diam saja dan tidak bereaksi apapun.
Pada suatu waktu, anak Pak Mentolo yang kuliah di luar kota pulang berkunjung ke rumah Pak Mentolo sebagai orang tuanya. Pada suatu pagi hari yang cerah, anak Pak Mentolo memergoki Pak Tego membuang sampah ke teras rumah orang tuanya. Demikian pula Pak Mentolo tahu kejadian ini, tapi Pak Mentolo diam saja. Anaknya protes.
Anak Pak Mentolo tidak bisa diam, karena dia tahu bagaimana mestinya menghadapi orang seperti Pak Tego ini maka anak Pak Mentolo melaporkan kejadian ini ke pihak berwajib. Siapa pihak berwajib itu?. Ya orang yang mestinya menangani kasus serupa ini. Di tempat pihak berwajib, anak Pak Mentolo mendapat jawaban: "Ya nanti akan kami selidiki dan akan kami tindak lanjuti".
Sudah berhari-hari pihak berwajib tidak datang ke tempat kejadian perkara dan bisa dibilang tidak ada proses penyelidikan sama sekali. Dan selama itu pula, Pak Tego tetap membuang sampah ke teras Pak Mentolo. Anak Pak Mentolo tidak bisa lagi menahan diri untuk tidak melakukan hukum primitif, melakukan kekerasan kepada Pak Tego. Dipukullah Pak Tego pakai sandal jepit hingga muntah darah dan pingsan.
Pak Tego tidak terima atas perbuatan anak Pak Mentolo ini, lapor pihak berwajib yang sama dengan yang dilapori soal perbuatan Pak Tego sebelumnya. Anak Pak Tego ditahan, dituduh melakukan kekerasan dan dengan pasal Pasal 351 KUHP dengan hukuman 2 tahun atau lebih penjara.
Kejadian diatas hanya karangan saya saja. Tapi sering terjadi di masyarakat kita. Dan kasusnya tidak hanya soal membuang sampah ke teras rumah tetangga, bisa karena misuhi, mencuri, pelanggaran lahan dan kasus-kasus lain. Tapi ketika mendapatkan laporan, pihak berwajib kerap tidak menanggapi laporan kasus pertama. Akan tetapi setelah masalah berbuntut panjang dan berakibat kekerasan, pihak berwajib sigap bertindak.
Saya kerap berpikiran negatif soal ini. Jangan-jangan, pihak berwajib itu seperti nelayan. Jika tidak ada kemungkinan tangkapan, mereka tidak bekerja tapi jika ada kemungkinan tangkapan mereka baru bekerja. Akan tetapi, jika prinsip mereka seperti nelayan seperti yang saya sebut diatas, kenapa motor bapak saya yang hilang yang telah dilaporkan sebagai mana mestinya juga tidak ada tindakan pencarian atau minimal informasi terbaru dari pihak berwajib? Padahal jika ini ditindaklanjuti maka kemungkinan tangkapannya besar. Pencuri, lhooo masane.
Post a Comment